Padang, Matakata.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) melaksanakan rapat paripurna dengan agenda mendengarkan jawaban gubernur atas pandangan umum fraksi tentang tiga rancangan peraturan daerah (ranperda), Selasa malam (11/6) di gedung dewan setempat.
Ketiga ranperda tersebut yakni ranperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Tahun 2023, ranperda tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) Tahun 2025-2045 dan ranperda tentang perusahaan perseroan daerah penjamin kredit daerah.
Wakil Ketua DPRD Sumbar, Irsyad Safar saat memimpin rapat paripurna tersebut mengatakan, sesuai dengan tahapan pembahasan ranperda, pada rapat paripurna DPRD pada Senin lalu, Fraksi-Fraksi DPRD Sumbar telah menyampaikan pandangan umum terkait tiga ranperda itu.
Dalam pandangan umum fraksi-fraksi tersebut, cukup banyak pertanyaan, tanggapan dan pandangan.
Beberapa diantaranya yakni, pertama terkait ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun 2023, fraksi-fraksi menyoroti tentang kinerja pendapatan, belanja serta capaian kinerja RPJMD.
“Dari penggunaan belanja tersebut, diantaranya, sudah sampai sejauh mana capaian kinerja dari pelaksanaan tujuh agenda prioritas pembangunan daerah sampai Tahun 2023, terutama agenda pembangunan bidang SDM, bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi dan pembangunan sektor pertanian,” ujar Irsyad.
Selain itu dipertanyakan pula tentang kinerja pengelolaan pendapatan daerah, terutama dari pendapatan asli Daerah (PAD) yang menjadi indikator utama. PAD masih belum optimal dan bahkan kinerjanya lebih rendah dari Tahun 2022.
“Hal ini menunjukan terjadinya kondisi yang anomali, dimana objek dan volume meningkat, tetapi penerimaan berkurang, baik pada pos PKB, BBNKB dan pendapatan BLUD RSUD,” papar Irsyad.
Kemudian, distribusi dan alokasi anggaran belum mendukung upaya percepatan pembangunan daerah serta alokasi belanja operasional jauh lebih besar dari alokasi belanja modal.
Disamping itu, fraksi-fraksi menilai pemerintah daerah juga belum mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk mengefisienkan penggunaan belanja barang dan jasa.
“Belum ada keseriusan pemerintah daerah untuk melaksanakan program subsidi bunga pinjaman bagi UMKM dan sektor usaha mikro yang telah dialokasikan dalam APBD. Ini merupakan tahun ke dua tidak terlaksanakan program tersebut yang sangat dibutuhkan oleh sektor usaha mikro,” paparnya.
Kedua, terkait ranperda tentang RPJPD Sumbar Tahun 2025-2045 Fraksi-Fraksi menyampaikan pandangan, diantaranya meskipun visi, misi, arah kebijakan dan sasaran pokok dari RPJPD ditentukan langsung oleh Pemerintah, akan tetapi dinilai perlu untuk tetap memperhatikan kondisi, permasalahan, karakteristik daerah dan kemampuan daerah mewujudkannya.
Fraksi-fraksi juga mempertanyakan bagaimana mensinergikan penyusunan RPJPD dengan dokumen perencanaan jangka panjang daerah lainnya yang sudah ada, seperti sinergisitas dengan RTRW, RPPLH, LP2B, RIPDA dan dokumen lainnya, agar saling mendukung satu sama lainnya.
Irsyad mengatakan, fraksi menyatakan dalam upaya mewujudkan pembangunan daerah yang berkelanjutan, bertahap dan konsisten, bagaimana kebijakannya mensinkronkan hasil pencapaian RPJPD Tahun 2005-2025 dengan dokumen RPJPD yang disusun saat ini.
“Jika ada target yang belum tuntas atau belum tercapai bagaimana menindaklanjutinya ?” tanyanya.
Pemerintah daerah juga dipertanyakan tentang bagaimana strategi jangka panjang dan upaya memacu percepatan pembangunan daerah, pemberdayaan ekonomi Masyarakat dalam bingkai agama dan budaya yang akan dituangkan dalam RPJPD.
Fraksi-fraksi juga menyarankan, agar program-program pembangunan yang telah disusun diikuti dengan strategi dan langkah yang riil atau nyata sehingga hasilnya dapat dievaluasi terhadap hasil yang telah dicapai.
“Dengan begitu RPJPD ini tidak hanya bersifat teoritik dan normatif saja, tetapi sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat Sumbar. Hal ini penting karena masyarakat tidak membutuhkan retorika-retorika yang akhirnya akan menjadi janji-janji belaka,” tegas Irsyad.
Sedangkan terhadap ranperda tentang perusahaan perseroan daerah penjaminan kredit daerah, fraksi-fraksi menilai perubahan perda tentang pendirian PT. Jamkrida merupakan tuntutan dari beberapa aturan yang lebih tinggi, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, dan aturan lainnya.
Namun fraksi-fraksi ingin mengetahui dengan adanya perubahan perda ini apa keuntungannya bagi PT. Jamkrida dan apa keuntungannya bagi Koperasi dan UMKM yang akan mendapatkan penjaminan kredit.
Sementara itu, Sekdaprov Sumbar, Hansastri yang menggantikan gubernur menghadiri rapat paripurna tersebut mengatakan, karena RPJPD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah jangka panjang untuk periode dua puluh tahun, maka Pemprov sepakat dengan fraksi bahwa penyusunannya mesti melihatkan pelibatan pemangku kepentingan dan mendorong partisipasi masyarakat untuk bisa berkontribusi memberikan ide, gagasan dan masukan.
Dalam penyusunannya RPJPD juga telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan dengan adanya dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RPJPD.
“Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam KLHS dititikberatkan pada pencapaian indikator-indikator TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan),” katanya.
Terkait ranperda perusahaan perseroan daerah penjaminan kredit daerah, Hansastri mengatakan ranperda ini mengatur perseroan tersebut tetap menjadi perusahaan yang berkomitmen untuk menjamin kredit/pembiayaan UMKM dan Koperasi yang bergerak di bidang usaha produktif. (Y)