Padang, Matakata.co – Terkait adanya dugaan tindak pidana penggelapan atau tindak pidana ketenagakerjaan yang dilakukan oleh CV Sinar Bening, LBH Padang mendorong Polda Sumbar untuk bisa menarik orang-orang yang mesti bertanggungjawab dan terlibat dalam pelanggaran hak ketenagakerjaan ini.
“Karena perusahaan tidak bisa mempertanggungjawabkan sebuah pidana, maka harus ada orang-orang yang ditarik untuk menjadi penanggungjawab terjadinya pelanggaran hak terhadap karyawannya,” ujar Decthree Ranti Putri, Advokat Publik LBH Padang, Senin (1/4).
Ranti juga menekankan, dalam hal ini apakah si penanggungjawab adalah direktur yang memberikan perintah, atau pengurus atau orang-orang tertentu yang ada pengaruhnya untuk tidak dikeluarkannya hak pekerja.
Seperti disampaikan dalam siaran pers LBH Padang, pada 25 Maret 2024, Polda Sumbar telah melakukan pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti terkait dugaan tindak pidana penggelapan atau tindak pidana ketenagakerjaan yang dilakukan oleh CV Sinar Bening.
Perusahaan ini bersikukuh tidak membayar hak pesangon pekerja yang telah berkekuatan hukum tetap di pengadilan.
Pekerja pun telah melapor ke Polda Sumbar, dan Polda menyebutkan akan memanggil Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah I untuk memberikan keterangan.
Sebelumnya diketahui, terhitung sejak April 2020, Maria, perempuan lansia diPHK. Dia kemudian mengajukan permohonan penyelesaian hak ketenagakerjaan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Padang.
Penyelesaian di Disnaker tidak diindahkan pengusaha dengan tidak menghadiri panggilan. Kemudian Disnaker mengeluarkan anjuran agar pengusaha membayarkan hak pesangon dan lain-lain untuk pekerja, setelah 10 hari anjuran dikeluarkan pengusaha tetap tidak menunjukkan itikad baiknya, hingga kemudian Maria bersama LBH Padang mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial ke Pengadilan Negeri Padang.
“Proses yang lama dan berlarutnya persidangan khusus perburuhan membuat celah untuk pengusaha mencari jalan untuk mengulur-ulur waktu bahkan mencoba berbagai cara seolah-olah pengusaha tidak sanggup bayar baik dengan alasan keuangan sedang menurun, sedang rugi atau dengan alasan lainnya,” kata Ranti.
LBH Padang pun mencatat banyak pelanggaran hak buruh dengan berbagai cara, diantaranya mempekerjakan buruh dengan tidak memberikan Surat Perjanjian Kerja, Gaji di bawah UMP, tidak didaftarkannya pekerja pada BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, tidak mencukupinya alat keselamatan kerja, tidak dibayarkannya hak lembur, hak cuti tahunan, mengulur-ulur dan atau tidak membayar Hak Tunjangan Hari Raya atau Tunjangan Keagamaan lainnya dan hak-hak tenaga kerja lainnya.
“Buruh menjadi pihak yang tidak berdaya dalam hal ini. Minimnya pelaporan pelanggaran oleh pengusaha dalam pelanggaran hak ketenagakerjaan juga dibenturkan dengan bayang-bayang kehilangan pekerjaan di kemudian hari pasca melapor, akan banyaknya waktu dan tenaga yang tersita untuk mengupayakan hak karyawan juga menjadi alasan ketidakberdayaan pekerja yang sangat membutuhkan pemasukan, ancaman jika menyuarakan hak tenaga kerja maka akan dilakukan PHK dan atau didiskriminasi dalam lingkungan pekerjaan yang membuat buruh tidak nyaman dan dengan sendirinya mengundurkan diri,” ulasnya.
Dia juga menyebutkan, pesangon dan uang penghargaan masa kerja adalah sebuah kewajiban perusahaan yang wajib dibayarkan kepada pekerja ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, sebagaimana dijelaskan dalam pasla 156 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Dan ketika perusahaan enggan atau tidak mau menunaikan kewajiban tersebut maka tindakan perusahaan tersebut merupakan perbuatan pidana sebagaimana dijelaskan dalam pasal 185 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” pungkasnya.